Kengerian dan rasa sakit sakaratul maut akan dialami setiap manusia dengan berbagai macam tingkat rasa sakit. Namun yang menjadi pertanyaan penting untuk kita, apakah diakhir mata kita terpejam nanti mendapat isyarat husnul khatimah yaitu dapat mengucapkan kalimat Tauhid. Kisah hikmah berikut insyaallah dapat menggambarkan jawaban dari pertanyaan tersebut.


Sebuah pesantren di daerah Jawa Tengah memberikan cerita hikmah untuk kita semua. Ceritanya dimulai beberapa tahun yang lalu saat pengurus pesantren tersebut tepatnya pemilik pondokan (sebutan sebuah pesantren) memelihara seekor burung beo.

Beo merupakan jenis burung yang paling cerdas menirukan suara-suara manusia selain burung kakak tua. Bertahun-tahun Kiai mengajarkan sebuah kalimat kepada beo itu. Kalimat yang sering kita baca dalam sholat. kalimat tauhid, ”Laillahaillallah Muhammadarrasulullah” terus diajarkan kepada beo. Hingga begitu lancarnya dilafadzkan oleh burung beo.

Selama beberapa lama pondokan diramaikan kalimat tauhid Yang di ucapkan si burung beo. Memberikan suasana dzikir para santri semakin berwarna. Ada kebanggaaan sendiri melihat seekor burung bersuara kalimat tauhid.

Pada suatu hari ketika Pemilik Pondok itu terlelap tidur sangkar burung terbuka dengan waktu yang sama, seekor kucing sedang mengendap dan menunggu masa untuk menangkap burung itu, ketika terlelap si Kucing telah mengambil kesempatan untuk menerkam burung itu.

Pemilik Pondok terkejut mendengar suara ribut burung Beo yang kesakitan digigit, pemilik pondok bangun dan mengusir kucing itu, dan mencoba menyelamatkan burung itu, malangnya burung Beo itu telah lemah akibat gigitan kucing tadi. Burung itu mengerang kesakitan dipangkuan Pemilik Pondok sampai terdiam tidak bernyawa. Dengan rasa sedih pemilik pondok menanam Burung Beo yg telah mati, Dia sangat kehilangan burung Beo yang selalu menjadi penghibur hatinya selepas lelah mengajar.

Semejak kematian burung Beo, Pemilik pondok selalu diam dan termenung hingga menimbulkan tanda tanya pada para santrinya. Para santri datang menanyakan kenapa Guru begitu sedih sekali setelah kematian burung Beo? Apakah Guru terlalu sayang pada burung Beo hingga menyebabkan guru bersedih?. Tanya salah satu santri.

Pemilik Pondok menjawab " Kesedihan terhadap kematian burung Beo tidak sampai sesedih itu, tapi Guru memikirkan betapa burung itu mampu berkata Tauhid dengan baik walau tidak memahami apa yang disebutkannya.

Coba kalian bayangkan burung itu setiap hari dimulutnya mengucapkan kalimat Tauhid. Tetapi disaat kematiannya, dia hanya mengerang kesakitan dan tidak menyebut kalimat Tauhid yang selalu diucapkannya sewaktu hidup. Dari peristiwa itu saya berpikir. Apakah saya juga akan begitu disaat sakaratul maut nanti. Walaupun saya sering mengajarkan kalian ilmu Al-Qur'an, kita sering ber'ibadah, tetapi saya amat takut tidak bisa mengucap kalimat Syahadat. Apakah saya mampu menahan sakit sakaratul maut hingga lupa mengucap kalimat Syahadat disaat akhir hidup saya nanti.

Barulah Para Santri tahu, kenapa pemilik pondok (guru) sering termenung selepas kematian burung Beo nya itu. Jika Guru yang banyak Ilmu dan Amalan juga risau akan tiba sakaratul maut.

Coba pikirkan bagaimanakah kita?
Sudahkah kita dalami Syahadat dengan ilmu yg cukup?
Sudahkah kita tunaikan tuntunan-tuntunan Syahadat itu?
Sudahkah kita sempunakan Syahadat dengan amal dan ketaatan dengan secukupnya?
Sudahkan kita meninggalkan perkara-perkara yg merusak Syahadat kita?
Ataukah kita tidak pernah mau berpikir dan tidak ambil peduli dengan Syahadah yang ada pada kita?

Dan tidak pernah berpikir Apakah kita mampu mengucapkan kalimat Syahadat itu nanti ketika kita sedang bergelut dengan sakitnya sakaratul maut?

Saat-saat terakhir kita di dunia untuk menuju alam pembalasan. Beramal dan berdoalah untuk saat yang pasti itu. Ya Allah, akhirilah hidup kami dengan husnul khatimah (akhir yang baik) dan jangan Kau akhiri hidup kami dengan su'ul khatimah (akhir yang buruk). Amin.


0 comments:

Post a Comment

JOIN US