Secara umum, Bid‘ah (Bahasa Arab: بدعة) bermakna melawan ajaran asli suatu agama (artinya mencipta sesuatu yang baru dan disandarkan pada perkara agama/ibadah). Bid'ah dalam agama Islam berarti sebuah perbuatan yang tidak pernah diperintahkan maupun dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW tetapi banyak dilakukan oleh masyarakat sekarang ini.


Hukum dari Bid'ah ini adalah haram. Perbuatan dimaksud ialah perbuatan baru atau penambahan dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti sempit (ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan rukunnya. 

Sebenarnya ada 2 golongan perbedaan penafsiran tentang Bid'ah. Masing-masing golongan ada pengikutnya dan ulamanya pun banyak, tinggal kita mengimani yang mana.
  1. Golongan Tekstual (harfiyyah), menyimpulkan bahwa setiap perkara baru yang tidak ada perintah secara langsung baik di Al-Qur'an maupun Al-Hadits dan juga tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW adalah termasuk Bid'ah yang Sesat, walaupun oleh sebagian kaum muslimin hal itu dianggap baik.
  2. Golongan Kontekstual, golongan yang tidak tergesa-gesa menetapkan dalil, namun mengaitkan terlebih dahulu dengan beberapa dalil lainnya, baik tersurat maupun tersirat, tidaklah menyimpulkan bahwa setiap yang baru adalah bid'ah yang sesat. Bid'ah yang sesat adalah perkara baru yang bertentangan dengan Kitabullah dan Sunah Rasullullah SAW. Itu yang disebut oleh para ulama sebagai Bid'ah Sayyiah (Bid'ah yang Jelek). Adapun perkara yang baru yang tidak bertentangan dengan Kitabullah dan As-Sunah, bahkan jika ditelusuri justru bersesuaian dengan jiwa Kitabullah dan As-Sunah, maka tidak dikatakan sebagai bid'ah sesat, namun dikatakan sebagai Bid'ah Hasanah (Bid'ah yang Baik).

Permasalahan bid'ah memang sering kita dengar ditengah masyarakat kita. Karena ada sebagian kelompok yang rajin melakukan penilaian terhadap tradisi-tradisi beragama yang dilakukan di tengah masyarakat kita. Sering kali penilaian tersebut berakhir dengankesimpulan bahwa hal tersebut Bid’ah.

Disisi lain kelompok yang merasa melakukan tradisi-tradisi tersebut merasa terganggu dengan penilaian bid’ah yang dilontarkan. Akhirnya kelompok yang membid’ahkan dan yang dibid’ahkan menjadi berseteru yang terkadang diakhiri dengan saling tidak menegur sapa.

Memahami Contoh Hadits
Untuk memahami masalah bid’ah dengan baik dan syamil, mari kita lihat hadis-hadis dibawah ini.

Hadis pertama: Seseorang tiba di mesjid kemudian ia masuk kedalam shaf shalat. Ia tergopoh-gopoh karena mengejar shalat. Kemudian ia berkata: Alhamdulillah hamdan kathiron thayyiban mubaarokan fiihi.” Ketika sholat selesai Rasulullah bertanya: ”Siapa yang mengucapkan kata-kata tadi?” Sahabat tidak ada yang menjawab. Kemudian Rasulullah saw mengulangi pertanyaanya: ”Siapa yang mengucapkan kata-kata tadi, Ia tidak mengucapkan sesuatu yang jelek.” Seseorang menjawab: ”Saya tiba di masjid dan khawatir tertinggal shalat, maka saya mengucapkannya.” Rasulullah berkata: ”Saya melihat dua belas malaikat berlomba siapa di antara mereka yang mengangkatnya.” (HR Muslim No. 600 )

Hadis Kedua: Ibnu Umar berkata: ketika kami sedang shalat bersama Rasulullah saw tiba-tiba ada seseorang yang mengucapkan: ”Allahuakbar kabiraa, walhamdu-lillahi katsiraa, wa subhanallahi bukrataw-waashilaa.” Kemudian Rasulullah saw bertanya: ”Kalimat zikir tadi, siapa yang mengucapkannya?” salah seorang menjawab; “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah berkata: ”Aku mengaguminya, dibukakan pintu langit bagi kalimat tersebut!” (HR Muslim no.601)

Hadis Ketiga: Seseorang dari kaum Anshar menjadi imam di masjid Quba. Ia selalu membaca surat Al-Ikhlas sebelum membaca surat lain setelah Al-Fatihah. Ia melakukannya setiap rakaat. Jamaah masjid menegurnya: ”Kenapa anda selalu memulainya dengan Al-Ikhlas, bukankah surat Al-Ikhlas cukup dan tidak perlu membaca surat lain, atau engkau memilih cukup membaca Al-Ikhlas atau tidak perlu membacanya dan cukup surat lain." Ia menjawab: "Saya tidak akan meninggalkan surat Al-Ikhlas, kalau kalian setuju saya mengimami dengan membaca Al-Ikhlas maka saya akan mengimami kalian, tapi kalau kalian tidak setuju maka saya tidak akan jadi imam." Mereka tahu bahwa orang ini yang paling baik dan tidak ingin kalau yang lain mengimami shalat. Ketika Rasulullah datang mengunjungi, mereka menyampaikan hal ini kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw bertanya pada orang tersebut; ”Apa yang membuatmu menolak saran teman-temanmu? Dan Apa yang membuatmu selalu membaca surat Al-Ikhlas setiap rakaat?” Ia menjawab: ”Saya mencintainya (Al-Ikhlas)." Rasulullah berkata: ”Kecintaanmu terhadap surat Al-ikhlas memasukanmu kedalam syurga!” (HR Bukhori no.741).

Dari hadis-hadis diatas, kita mendapatkan bahwa para sahabat melakukan inovasi dalam beribadah. Rasulullah tidak pernah mengajarkan hal-hal tersebut. Dalam hadis pertama seorang sahabat menambah bacaan zikir dalam sholat. Hadis kedua seorang Sahabat membuat zikir, hadis ketiga seorang sahabat membuat hal yang tidak dilakukan Rasulullah saw.

Ulama berbeda pendapat dalam memahami hadis-hadis diatas. Sebagian berpendapat bahwa yang menjadi dalil dibolehkan hal-hal tersebut adalah taqriir (persetujuan) Rasulullah saw. Sebagian yang lain berpendapat bahwa yang menjadi dalil dibolehkannya hal-hal yang tidak dilakukan dan tidak diajarkan Rasulullah saw adalah karena hal-hal baru tersebut baik (amal khoir). Pendapat pertama melihat dari sisi taqriir-nya, sedangkan yang ke dua melihat dari sisi sebab taqriir.

Bagi pendapat pertama segala hal yang baru dalam ibadah dan dibuat setelah Rasulullah saw meninggal, maka hal tersebut bid'ah. Sedangkan pendapat kedua memandang tidak semua yang baru bid’ah. Apakah hal baru tersebut baik dan sesuai dengan syariat? Atau tidak? Kalau baik dan sesuai maka bid'ah hasanah, kalau tidak sesuai dan tidak baik maka bid'ah sayyiah (jelek).


Apakah Setiap Bid'ah itu Sesat ?
  • Rasulullah mensyari'atkan prakarsa yang baik pada masa apapun dengan tanpa batas. Karena Nabi SAW adalah orang pertama yang membagi bid'ah menjadi 2, yaitu Bid'ah Hasanah dan Bid'ah Sayyi'ah, atau Bid'ah Maqbulah dan Bid'ah Marduddah, ini bisa dilihat dari hadits HR.Muslim: "Barang siapa menciptakan satu gagasan yang baik dalam Islam, maka dia memperoleh pahalanya dan juga pahala orang yang melaksanakan dengan tanpa dikurangi sedikitpun. Dan barang siapa menciptakan satu gagasan yang jelek dalam Islam, maka dia terkena dosanya dan dosa orang-orang yang melaksanakannya dengan tanpa dikurangi sedikitpun"
  • Larangan suatu perbuatan itu jika tegas ada larangannya barulah kita jalani, kalau tidak ada, tidak boleh dihukumi "terlarang". Seperti dalam QS. Al-Hasyr ayat 7 kalimat akhirnya: "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya."
  • Hadits yang berbunyi: Dari Katsir bin Abdullah dari bapaknya dari datuknya, dia berkata, aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa menghidupkan satu sunah daripada sunahku yang telah dimatikan sesudahku, maka dia akan memperoleh pahala seperti pahala orang yang mengamalkannya dengan tanpa dikurangi sedikitpun. Sedangkan siapa yang menciptakan satu bid'ah yang sesat yang tidak menimbulkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan tertimpa dosa orang yang mengamalkannya tanpa dikurangi sedikitpun." (HR.Turmudzi, Ibnu Majah).
  • Nabi SAW bersabda : "Barang siapa berijtihad, lalu benar (ijtihadnya), maka dia memperoleh dua pahala. Dan barang siapa berijtihad, lalu keliru (ijtihadnya), maka dia memperoleh satu pahala." (HR. Bukhari & Muslim). Hal ini menunjukkan bahwa ijtihad itu dihargai oleh Rasululluh SAW.

Hadis tentang Seluruh Bid’ah Sesat
Terdapat hadis yang secara dhohir teksnya menyatakan bahwa seluruh bid'ah sesat. Imam Muslim meriwayatkan: "Sesungguhnya sebaik-baiknya ucapan adalah kitaabullah, dan sebaik-baiknya jalan (cara) adalah jalannya Rasulullah, sejelek-jeleknya perkara adalah hal-hal yang baru, setiap bid’ah sesat." (HR Muslim no.867).

Memahami teks hadis ini harus di cross-silangkan denga hadits-hadits lain yang berbicara tentang masalah yang sama. sehingga pemahaman yang dihasilkan menjadi sempurna. Oleh karena itu Imam Nawawi dalam kitab syarah Nawawi lishahiih muslim berkata bahwa umum dalam hadis diatas termasuk ‘aam makshuus, umum yang terdapat pengecualian, yang dimaksud adalah sebagian besar bid'ah sesat, bukan semuanya. (jilid: 6 hal154). di halaman lain Imam nawawi mengatakan bahwa yang dimaksud adalah bid’ah yang tercela (madzmuum) (jilid:7 hal:104).

Demikian pula dalam memahami hadis-hadis lain tentang bid'ah. Kita harus memahaminya dengan melakuakan cros silang dengan hadis yang semakna dan dalam satu masalah yang sama. Dalam Usul fikih dikenal dengan istilah qorinatul-hadis . Satu hadis dengan yang lainnya bisa menjadi qorinah yang saling mempengaruhi makna hadis-hadis tersebut. Karena sumber hadis-hadis ini satu dan tidak mungkin saling bertentangan.

Sikap Toleran dalam Masalah Bid'ah
Secara umum Bid’ah adalah hal-hal yang baru dalam beragama. Ulama tidak sepakat dalam definisi bid’ah. Merekapun berselisih dalam hal apakah ada bid'ah hasanah atau tidak ada. Imam nawawi sepakat dengan Imam syafi’I dan al-Iz bin Abdissalaam bahwa disana ada bid'ah hasanah. Sedangkan Imam syatibi berpendapat bahwa bid’ah hanya satu yaitu bid’ah sayyiah (jelek)

Mensikapi perselisihan semacam ini harus mengedepankan persatuan. Masalah bid’ah adalah masalah ijtihadiyah. Ada dalam ranah dhonniy-dilalah, masih memungkinkan lebih dari satu makna. Sikap toleransi harus kita bangun dalam hal-hal yang diperselisihkan apakah bid'ah atau tidak. Atau apakah Bid'ah Hasanah atau Sayyiah? Agar umat ini tidak jalan ditempat dan tertinggal jauh dari umat lainnya.

Referensi:
- http://id.wikipedia.org/wiki/Bidah
- http://aswaja-nu.com/2010/02/meluruskan-kesalah-pahaman-konsep-bidah.html
- http://sabili.co.id/agama/memahami-bid-ah-dan-membangun-toleransi-antar-pendapat
- Buku "Kenalilah Akidahmu 2" oleh Habib Munzir Almusawa (Majelis Rasulullah)



0 comments:

Post a Comment

JOIN US