Pada masa kecilnya, Imam An Nasa'i telah berhasil menghafal Al Quran di madrasah yang ada di desanya. Ia juga banyak menyerap ilmu dari para ulama yang ada di daerahnya. Saat remaja, belum genap 15 tahun, Imam An Nasa'i sudah melakukan pengembaraan menuntut ilmu ke berbagai wilayah Islam.

Imam Nasa`i dengan nama lengkapnya Ahmad bin Syu'aib Al Khurasany, terkenal dengan nama An Nasa`i karena dinisbahkan dengan kota Nasa'i salah satu kota di Khurasan. Ia dilahirkan pada tahun 215 Hijriah demikian menurut Adz Dzahabi dan meninggal dunia pada hari Senin tanggal 13 Shafar 303 Hijriah di Palestina lalu dikuburkan di Baitul Maqdis.

Beliau menerima Hadits dari Sa'id, Ishaq bin Rawahih dan ulama-ulama lainnya selain itu dari kalangan tokoh ulama ahli hadits yang berada di Khurasanb, Hijaz, Irak, Mesir, Syam, dan Jazirah Arab. Ia termasuk di antara ulama yang ahli di bidang ini dan karena ketinggian sanad haditsnya. Ia lebih kuat hafalannya menurut para ulama ahli hadits dari Imam Muslim dan kitab Sunan An Nasa`i lebih sedikit hadits dhaifnya (lemah) setelah Hadits Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Ia pernah menetap di Mesir

Para guru beliau yang nama harumnya tercatat oleh pena sejarah antara lain; Qutaibah bin Sa`id, Ishaq bin Ibrahim, Ishaq bin Rahawaih, al-Harits bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Dawud (penyusun Sunan Abi Dawud), serta Imam Abu Isa al-Tirmidzi (penyusun al-Jami`/Sunan al-Tirmidzi).

Sementara murid-murid yang setia mendengarkan fatwa-fatwa dan ceramah-ceramah beliau, antara lain; Abu al-Qasim al-Thabarani (pengarang tiga buku kitab Mu`jam), Abu Ja`far al-Thahawi, al-Hasan bin al-Khadir al-Suyuti, Muhammad bin Muawiyah bin al-Ahmar al-Andalusi, Abu Nashr al-Dalaby, dan Abu Bakr bin Ahmad al-Sunni. Nama yang disebut terakhir, disamping sebagai murid juga tercatat sebagai “penyambung lidah” Imam al-Nasa`i dalam meriwayatkan kitab Sunan al-Nasa`i.

Sudah mafhum dikalangan peminat kajian hadis dan ilmu hadis, para imam hadis merupakan sosok yang memiliki ketekunan dan keuletan yang patut diteladani. Dalam masa ketekunannya inilah, para imam hadis kerap kali menghasilkan karya tulis yang tak terhingga nilainya.

Tidak ketinggalan pula Imam al-Nasa`i. Karangan-karangan beliau yang sampai kepada kita dan telah diabadikan oleh pena sejarah antara lain; al-Sunan al-Kubra, al-Sunan al-Sughra (kitab ini merupakan bentuk perampingan dari kitab al-Sunan al-Kubra), al-Khashais, Fadhail al-Shahabah, dan al-Manasik. Menurut sebuah keterangan yang diberikan oleh Imam Ibn al-Atsir al-Jazairi dalam kitabnya Jami al-Ushul, kitab ini disusun berdasarkan pandangan-pandangan fiqh mazhab Syafi`i.

Untuk pertama kali, sebelum disebut dengan Sunan al-Nasa`i, kitab ini dikenal dengan al-Sunan al-Kubra. Setelah tuntas menulis kitab ini, beliau kemudian menghadiahkan kitab ini kepada Amir Ramlah (Walikota Ramlah) sebagai tanda penghormatan. Amir kemudian bertanya kepada al-Nasa`i, “Apakah kitab ini seluruhnya berisi hadis shahih?” Beliau menjawab dengan kejujuran, “Ada yang shahih, hasan, dan adapula yang hampir serupa dengannya”.

Kemudian Amir berkata kembali, “Kalau demikian halnya, maka pisahkanlah hadis yang shahih-shahih saja”. Atas permintaan Amir ini, beliau kemudian menyeleksi dengan ketat semua hadis yang telah tertuang dalam kitab al-Sunan al-Kubra. Dan akhirnya beliau berhasil melakukan perampingan terhadap al-Sunan al-Kubra, sehingga menjadi al-Sunan al-Sughra. Dari segi penamaan saja, sudah bisa dinilai bahwa kitab yang kedua merupakan bentuk perampingan dari kitab yang pertama.

Imam al-Nasa`i sangat teliti dalam menyeleksi hadis-hadis yang termuat dalam kitab pertama. Oleh karenanya, banyak ulama berkomentar “Kedudukan kitab al-Sunan al-Sughra dibawah derajat Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Di dua kitab terakhir, sedikit sekali hadis dhaif yang terdapat di dalamnya”. Nah, karena hadis-hadis yang termuat di dalam kitab kedua (al-Sunan al-Sughra) merupakan hadis-hadis pilihan yang telah diseleksi dengan super ketat, maka kitab ini juga dinamakan al-Mujtaba. Pengertian al-Mujtaba bersinonim dengan al-Maukhtar (yang terpilih), karena memang kitab ini berisi hadis-hadis pilihan, hadis-hadis hasil seleksi dari kitab al-Sunan al-Kubra.

Disamping al-Mujtaba, dalam salah satu riwayat, kitab ini juga dinamakan dengan al-Mujtana. Pada masanya, kitab ini terkenal dengan sebutan al-Mujtaba, sehingga nama al-Sunan al-Sughra seperti tenggelam ditelan keharuman nama al-Mujtaba. Dari al-Mujtaba inilah kemudian kitab ini kondang dengan sebutan Sunan al-Nasa`i, sebagaimana kita kenal sekarang. Dan nampaknya untuk selanjutnya, kitab ini tidak akan mengalami perubahan nama seperti yang terjadi sebelumnya.

Setahun menjelang kemangkatannya, beliau pindah dari Mesir ke Damsyik. Dan tampaknya tidak ada konsensus ulama tentang tempat meninggal beliau. Al-Daruqutni mengatakan, beliau di Makkah dan dikebumikan di antara Shafa dan Marwah. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-`Uqbi al-Mishri.

Sementara ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia mengatakan, Imam al-Nasa`i meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina. Pendapat ini didukung oleh Ibn Yunus, Abu Ja`far al-Thahawi (murid al-Nasa`i) dan Abu Bakar al-Naqatah. Menurut pandangan terakhir ini, Imam al-Nasa`i meninggal pada tahun 303 H/915M dan dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina. Inna lillah wa Inna Ilai Rajiun. Semoga jerih payahnya dalam mengemban wasiat Rasullullah guna menyebarluaskan hadis mendapatkan balasan yang setimpal di sisi Allah.

Referensi : http://id.wikipedia.org/wiki/An-Nasai


0 comments:

Post a Comment

JOIN US